MENJADI GURU YANG BAIK, BISAKAH?

Bismillahirrahmanirrahim

Saya akan mencoba mengemukakan pendapat saya tentang guru yang sekarang eksistensinya itu mulai pudar sebagai sesosok orang yang berjasa. Semoga bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya. ^_^

 

Seperti layaknya sayur tanpa garam yang rasanya hambar, pendidikan diumpamakan seperti garam, yakni hal yang terpenting untuk kemajuan suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan baik itu formal maupun informal, pasti bangsa tersebut akan punah dengan sendirinya karena termakan oleh jaman.

Guru sebagai pendidik dan penerima tanggung jawab dari orang tua untuk mendidik anak dalam konteks formal. Tanggung jawab dari orang diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik diharapkan pula dari pribadi guru memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orang tua pada umumnya.

Akan tetapi disaat sudah menjabat sebagai guru, kebanyakan ucap sumpah guru itu hanya terbatas dari mulut, tak mengena kedalam hati. Dan sekarang kita bisa melihat dampak dari semua itu. Guru bukan lagi menjadi pembantu mewujudkan cita-cita, akan tetapi kini guru menjadi perusak cita-cita. Memang tak semua guru seperti itu, tetapi kebanyakan sudah seperti itu. Contoh ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, beberapa guru merokok dan mengopi dikelas, tidak memperdulikan kesehatan anak didiknya. Disaat menjelang UN beberapa guru malah memberikan tugas yang menumpuk, padahal itu adalah masa-masa tenang seorang siswa untuk me-review kembali pelajaran dari semester I. Lalu ada guru yang hanya menerangkan materi saja tapi siswa tersebut kurang paham, mungkin papan tulislah muridnya sehingga muridnya sendiri terabaikan.

Pertanyaan besar yang masih terngiang dalam otak adalah bagaimana supaya kita calon pendidik tak terjerumus menjadi guru yang membuat generasi muda nantinya menjadi sampah negara yang tidak bisa berbuat apa-apa? Lalu, kriteria menjadi seorang guru yang baik itu apa saja?

Saya akan mencoba mengemukakan pendapat kami mengenai kriteria  menjadi guru yang baik.

  1. Kasih sayang tulus

Kriteria ini adalah dasar dari kriteria lainnya. Seorang guru harus menunjukkan rasa kasih sayang kepada anak didiknya. Jangan mentang-mentang sudah menjadi guru bisa seenaknya saja berperilaku. Menjadi guru itu amanah yang harus dipenuhi. Siswa apabila sudah senang dengan guru pengajarnya pasti senang juga pada pelajaran yang diajarkannya. Nah ini bisa menjadi penunjang siswa tersebut mendapatkan hasil yang maksimal dan bisa meraih cita-citanya.

  1. Dapat memberi pengertian dan contoh

Ada sebuah pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, anak kencing berlari”. Dari pepatah itu bisa kita ambil maknanya bahwa perilaku guru pasti ditiru bahkan melebihi. Ada guru yang terlambat, siswa juga ikut terlambat, bahkan keterlambatannya itu melebihi gurunya. Apabila kita bercita-cita ingin anak didik kita disiplin, maka displinlah. Apabila ingin rajin, maka rajinlah.

Memberi pengertian itu penting supaya anak menjadi tidak salah paham dengan apa yang kita ajar. Biasanya siswa selalu berspekulasi terhadap hal yang kita bicarakan. Maka berhati-hatilah dalam berbicara.

  1. Kesabaran, ketegasan, keuletan

Sabar merupakan tiangnya kehidupan. Kehidupan seseorang tanpa kesabaran pasti hidupnya serba amburadul atau berantakan. Begitu pula dalam konteks pendidikan. Apabila seorang guru tak sabar menghadapi anak didiknya, pasti guru itu akan marah dan ujung-ujungnya anak trauma sehingga tak mau belajar lagi. Apakah itu yang anda mau? Membuat anak menjadi tak ingin bersekolah lagi? Memang ketegasan diperlukan, akan tetapi jangan sampai membuat siswa menjadi trauma. Ilmu pengetahuan itu penting dan keuletan penting, supaya bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak didik.

  1. Jangan memberatkan

Guru itu adalah pembantu mewujudkan cita-cita, jangan sampai memberi tugas yang tidak ada untungnya dan memberatkan. Yang wajar-wajar saja.

Bergaulah Dengan Al-Qur’an!

Muslimahzone.com– Sebagai seorang wanita muslimah yang telah Allah karuniakan hidayah maka sepatutnya menjaga hidayah itu agar terus tertanam kokoh dalam hati kita bahkan mungkin bertambah kuat.Semua itu memang tak lepas dari usaha dan do’a kita kepada-Nya agar kita tetap istiqomah di jalan-Nya sungguh jalan menuju kepada ketaatan bukanlah jalan yang mudah…akan ukhti temui onak dan duri perintang yang siap menerjang dan menusuk kita .Salah satu perisai yang akan menjaga agar hidayah yang kita peroleh itu tetap kokoh adalah dengan banyak membaca Al-Qur’an, memahami isinya,mentadaburinya,merenungkannya dan selanjutnya berusaha untuk mengamalkannya.

Ukhti muslimah…Sungguh kekuatan cahaya Al-qur’an tidak disangsikan lagi ,..ia akan membawa pembacanya kepada keta’atan, ketenangan dan kedamaian.Allah Ta’ala telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat didunia dan tidak akan celaka di akhirat nantinya,dengan berdasarkan firman-Nya:

“Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”(Thaha:123)

Kita hidup pada suatu zaman yang penuh dengan kemaksiatan setiap detiknya dimana mata kita melirik maka kita akan selalu dibenturkan dengan pemandangan yang membuat kita jauh dari Allah,jauh dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.Akan ukhti rasakan betapa asingnya kita hidup didunia ini. Bila kita tidak kuat-kuat menjaga agama kita maka sungguh kita akan mudah tergelincir dan terperosok dalam kubangan dosa dan maksiat .
Hanya kepada-Nyalah kita meminta pertolongan…

Karena itulah kita harus banyak bergaul dengan Al-Qur’an menyibukkan diri kita dengannya. Mungkin ukhti sudah cukup sibuk dengan urusan dunia yang menyita banyak waktu ukhti,..pernahkah terbersit dalam fikiran kita untuk mempelajari kalamullah?karena sungguh mempelajarinya adalah sebaik-baik kesibukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits Qudsi :

“Barangsiapa yang disibukkan Al-Qur’an dalam rangka berdzikir kepada-Ku dan memohon kepada-Ku niscaya Aku akan berikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaan kalam Allah daripada seluruh kalam selain-Nya seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya.”(HR.Tirmidzi)

Sungguh suatu kesibukan yang sangat mulia dan perlu untuk ukhti muslimah ketahui bahwa keutamaan membaca Al-Qur’an sangat banyak sekali sebagaimana yang termaktub dalam beberapa hadits berikut ini:

“Bacalah Al-Qur’an karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya”(HR.Muslim dari Abu Umamah)

“Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an:”Bacalah, naiklah dan bacalah dengan tartil sebagaimana yang telah kamu lakukan didunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca”(HR.Abu Daud & Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih)

“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf” (HR.Tirmidzi, hadits hasan shahih)

“Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala”(Hadits mutatafaq Alaih).

Setelah ukhti muslimah menyimak beberapa hadits diatas tentunya akan bertambah semangat dalam membacanya.Suatu ganjaran yang sangat besar yang membuat hati kita tergiur untuk meraihnya bukan?…kita tidak akan bermalas-malasan lagi bahkan mungkin akan menjadi bacaan pavorit dan mengganti bacaan lain yang tidakbermutu seperti majalah-majalah artis/model yang sama sekali tidak mengajak pembacanya untuk taat dan takut kepada Allah bahkan menjerumuskan pembacanya kepada kemurkaan-Nya.

Semakin banyak kita bergaul dengan Al-Qur’an maka akan semakin bertambah keimanan kita yang dimana keimanan inilah yang akan membimbing kita kepada keta’atan sehingga sangat mudah bagi kita untuk istiqomah dalam mengamalkan syariat islam ini.Dengan istiqomahnya keimanan kita maka setiap saat kematian atau maut datang menghampiri kita maka hati kita tidak akan khawatir ataupun takut karena yakin akan datangnya pertolongan Allah ,karena sungguh untuk mati dalam keadaan islam bukanlah perkara yang mudah bila kita tidak mempersiapkannya dari sekarang coba ukhti simak firman Allah ta’ala yang memerintahkan kita untuk mati hanya dalam keadaan islam:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam” (Ali –Imraan ayat:102) …lalu kapan lagi kita akan siap..masihkah hati kita terus terlena dengan kemaksiatan dan kesibukan lain yang menjauhkan diri kita dari Al-Qur’an dengan alasan masih mudanya usia kita ,..sedangkan dengan mata kepala kita sendiri kita saksikan berapa banyak orang yang mati diusia muda???!!

Maraji:
1.Al-Qur’anul Karim
2. Jati diri wanita muslimah, hal:97-99, Pustaka Al-Kautsar
3. Risalah Ramadhan,hal:51-55,Darul Haq

Rasa Malu? Pentingkah?

Hampir diseluruh dunia sepakat bahwa wanita selalu menjadi ikon tunggal kecantikan dengan akumulatif apresiasinya terhadap wajah serta tubuh yang indah. Apresiasi ini mungkin tidak salah, karena secara fitrah wanita hadir dengan sosok yang lembut dan indah. Dari sosok seperti inilah maka sepantasnya muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Mengapa harus Malu?

Rasa malu adalah sifat yang mulia. Rasa malu, seluruhnya adalah kebaikan. Rasulullah SAW merupakan profil yang menjadi panutan dan tauladan dalam perihal rasa malu. Bahkan sampai disebutkan bahwa beliau lebih pemalu dari gadis pingitan yang berada dalam kamarnya. Rasa malu adalah akhlak yang mulia, akhlak yang dimiliki oleh orang-orang yang baik. Setiap orang yang memiliki rasa malu niscaya akan tercegah dari perkara-perkara yang buruk dan jelek yang dimurka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya serta dibenci oleh manusia.

Rasa malu itu sendiri terbagi dua (berdasarkan cara terbentuknya, red), yaitu :

Ada rasa malu yang menjadi sifat pembawaan atau tabiat yang merupakan karunia dan pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini diistilahkan dengan rasa malu yang tidak diupayakan. Bisa jadi ada sebagian orang yang meninggalkan perkara-perkara yang buruk dan jelek bukan karena dia paham dan komitmen kepada agamanya. Akan tetapi lebih disebabkan rasa malu untuk melakukannya. Sehingga dia meninggalkannya bukan karena dorongan agama tapi disebabkan faktor rasa malu yang memang Allah ciptakan pada dirinya. Tabiat ini merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha memiliki keutamaan yang besar.

Pada zaman ini kita masih banyak melihat para muslimah yang masih menghadirkan rasa malu untuk tidak berbuat maksiat, mengumbar aurat, suara atau gerak tubuhnya di depan khalayak yang tak pantas melihat dan mendengarnya. Muslimah seperti inilah yang Allah hadirikan didalam dirinya rasa malu sebagai Rahmat dari-Nya.

Rasa malu yang kedua adalah rasa malu yang bisa diupayakan (dibentuk dengan usaha khusus, red). Maksudnya adalah rasa malu yang lahir karena seseorang selalu merasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu bisa tewujud karena mengenal dzat Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat Nya yang Maha Mulia dan Agung. Dia malu kalau Allah melihatnya berbuat keburukan dan kejelekan. Maka dia berupaya menghindari perkara-perkara yang buruk dan jelek disebabkan rasa malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun secara tabi’at dan watak, dia bisa dan mungkin biasa melakukan keburukan dan kejelekan tersebut. Ini namanya rasa malu yang diupayakan dan yang dimaksud oleh sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam:

“Rasa malu itu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Muslimah yang berilmu akan menghiasi dirinya dengan malu kapan dan dimanapun ia berada, dengan Ilmu yang ia mampu mengolah hatinya agar tidak terperosok dalam syubhat-syubhat serta godaan-godaan yang dapat menghilangkan dirinya dengan rasa malu, lisannya senatiasa terjada dengan tutur kata berkualitas serta Dzikrullah dan Malu tetap menghiasinya. Serta tingkahnya yang menunjukkan ketakwaannya kepada Rabbnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam– sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma- pernah melewati seseorang dari kalangan anshar yang tengah menasihati saudaranya mengenai rasa malu. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

“Biarkan dia, karena sesungguhnya rasa malu itu termasuk dari keimanan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Rasa Malu Yang Baik

Rasa malu yang termasuk dari keimanan adalah rasa malu yang diupayakan karena merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa pun keadaannya, seorang yang punya rasa malu secara tabiat dan kepribadian, memiliki modal dasar untuk menuju rasa malu yang diupayakan karena merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika rasa malu itu dicabut dari seseorang, baik rasa malu secara tabiat dan kepribadian maupun rasa malu yang memang disyari’atkan, maka akan lenyap berbagai kebaikan dari dirinya. Dia akan jatuh pada perbuatan-perbuatan yang buruk dan jelek, baik secara hukum syar’i maupun secara adat kebiasaan manusia. Hari ini kita sangat mudah menyaksikan saudari-saudari muslimah kita yang tampak enteng dengan hiasan kemaksiatan yang dilakukan tanpa adanya rasa malu sediktpun.

Rasa Malu Yang Buruk

Namun disana sesungguhnya ada rasa malu yang tercela. Rasa malu yang tercela –sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah dan yang selainnya- yaitu rasa malu yang menghalangi seseorang untuk menunaikan hak dan kewajiban. Seseorang merasa malu dalam menuntut ilmu sehingga dia mengalami kebodohan dalam agamanya. Seseorang merasa malu untuk beribadah kepada Allah sehingga dia tidak menunaikan kewajibannya terhadap Allah. Seseorang merasa malu untuk menunaikan hak dirinya, hak keluarganya, hak kaum muslimin. Maka semua rasa malu itu adalah rasa malu yang tercela. Karena rasa malu yang seperti ini merupakan kelemahan dan kecerobohan. (lihat Fathul Baari 3/138). Maka sebagai Muslimah yang cerdas, hendaknya kita menghindari diri dari rasa malu yang tidak menguntungkan bagi kualitas ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Sedangkan yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Rasa malu itu tidak membawa kecuali kepada kebaikan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

yaitu rasa malu yang membawa kepada keimanan serta tidak melalaikan hak dan kewajiban. Lalu mengapa rasa malu yang menghalangi seseorang dari kebaikan disebut sebagai rasa malu? Hal itu karena rasa malu ini menyerupai rasa malu yang yang disyari’atkan. Padahal hakekatnya, rasa malu yang menghalangi dari kebaikan adalah tercela di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manfaat Rasa Malu

Maka muslimah yang mempunyai rasa malu akan terhalangi dari perkara-perkara yang buruk dan jelek, baik rasa malu yang berlaku secara tabi’at maupun rasa malu yang lahir karena keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita mau memperhatikan kondisi dan keadaan manusia secara cermat, niscaya kita akan mendapati realita bahwa berbagai keburukan dan kejelekan terjadi, baik yang berupa kekafiran, kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan, baik yang kecil maupun yang besar, dikarenakan mereka telah kekurangan bahkan kehilangan rasa malu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika rasa malu dengan kedua jenisnya telah hilang dari seseorang maka tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan darinya. Bahkan bisa jadi dirinya telah berubah menjadi syaithan yang terkutuk.

Kita memohon kepada Allah keselamatan dan keampunan dan menjadikan diri kita sebagai Muslimah yang cantik dengan rasa Malu. Wallahu a’lam bish-shawab.

Referensi :
“Kemulian Rasa Malu”, Oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani.

Oleh : Fauziah Ramdani
Mahasiswa semester akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Anthrpologi Pembangunan – Universitas Hasanuddin

Bahagianya Jadi Muslimah!

Muslimahzone.com– KAUM feminis bilang susah jadi muslimah, lihat saja peraturan di bawah ini :

1. Muslimah, auratnya lebih susah dijaga daripada pria.

2. Muslimah, perlu meminta izin dari suaminya jika hendak keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.

3. Muslimah, haknya sebagai saksi lebih kecil daripada pria.

4. Muslimah, menerima harta warisan lebih kecil daripada pria.

5. Muslimah, harus menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.

6. Muslimah, wajib taat kepada suaminya tetapi suami tidak wajib taat pada isterinya.

7. Muslimah, talaknya terletak di tangan suami dan bukan padanya.

8. Muslimah, kurang dalam beribadat karena masalahhaid dan nifas yang tak ada pada pria.

Tidak heran kaum feminis tidak capek-capeknya berkampanye untuk “MEMERDEKAKAN MUSLIMAH”.

Pernahkah kita lihat kenyataan di balik itu?

Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan di tempat yang teraman dan terbaik, sudah pasti intan permata tidak akan dibiar tergeletak bukan? Itulah ibaratnya seorang muslimah.

Muslimah wajib taat kepada suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang wanita?

Muslimah menerima harta warisan lebih sedikit dari lelaki tetapi harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, manakala lelaki menerimanya, perlu menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anaknya.

Muslimah bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk Allah di muka bumi ini, dan matinya jika karena melahirkan adalah syahid.

Di akhirat kelak, seorang lelaki akan bertanggungjawab atas 4 wanita: isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya.

Seorang wanita, tanggungjawab dibebankan kepada 4 orang lelaki: suaminya, ayahnya, anak lelakinyadan saudara lelakinya.

Seorang wanita boleh memasuki pintu Syurga yang disukainya cukup dengan 4 syarat saja :

– sholat 5 waktu

– puasa di bulan Ramadhan

– taat suaminya

– menjaga kehormatannya

Seorang lelaki perlu pergi berjuang di jalan Allah, tetapi wanita jika taat akan suaminya
serta menunaikan tanggungjawabnya kepada Allah akan turut menerima pahala seperti pahala orang pergi berjuang di jalan Allah tanpa perlu mengangkat senjata.

Jadi, mengapa tidak ada alasan jadi istimewa untuk jadi Muslimah!

sumber: Islampos.com

(zafaran/muslimahzone.com)

Apakah Aku Mengenakan Jilbab Syar’i?

dakwatuna.com – Apakah Jilbabku Jilbab Syar’i bacalah uraian berikut:

Saudariku yang baik hati, yang cantik yang manis, kehadiran tulisan ini merupakan bentuk kepedulian kepada muslimat seluruh Nusantara, sebab roda era globalisasai tak terhenti sedangkan beribu rayuan model pakaian, jilbab bermunculan.

Subhanallah jilbab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus dilekatkan di hati.

Allah berfirman:

‘’….. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS. An-Nisa ayat 13)

Wahai para muslimah jika kita mentaati perintah Allah dan rasul maka kelak akan mendapatkan syurga Allah SWT. Ayat di atas dikutip dari surah an-Nisa yang berarti wanita , perhatikanlah dalam al-Quran tertera surah wanita sedang surah lelaki tidak ada, ini bertanda bahwa wanita bisa mempunyai peran penting dalam menempuh kehidupan dan kemajuan Islam tetapi wanita bisa juga menjadi sumber fitnah terbesar jika tidak mentaati kaidah-kaidah Allah dan Rasul-Nya.

Hijab dan Jilbab adalah masalah Fiqih (Syari’ah),  Keempat Mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dan semua ahli Fiqih dan Syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah semua badannya kecuali Muka dan Telapak tangan.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim).

Seorang muslimah akan selalu ingin menjadi tampil menarik di hadapan manusia akan tetapi penampilan yang paling menarik dari semua penampilan adalah penampilan yang sesuai syariat Allah sang pengasih dan penyayang hambanya dengan memerintahkan memakai jilbab sebagai penyempurna kewajiban sebagai seorang muslimah yang sudah baligh, hal ini adalah bentuk kasih sayang kepada hambanya khususnya wanita, yakinlah bahwa Allah mengatur semua ini hanya untuk kepada saudariku-saudariku.

Berikut ini adalah dalil-dalil tentang wajibnya memakai Hijab menurut Al-Qur’an dan Hadits dan penafsiran para Sahabat dan Fuqaha (Ahli Fiqih) Hukum Jilbab dan Hijab:

Dari Khalid bin Duraik: ‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai asma’’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan.’’ (HR. Abu Daud).

Aurat wanita yang tidak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini berdasarkan dalil hadits di atas dan ayat ayat berikut.

1. Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya (Indonesia: hijab) ke dadanya….” Ayat ini menegaskan empat hal:

a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.

b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.

c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.

Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab, jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Menurut Ibnu Umar RA yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan.

d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau, dalam bahasa kita disebut hujab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan hijab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tetapi, ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.

2. Hadits riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).

Hadits ini menunjukkan dua hal:

1.  Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.

2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat. Dari kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja atau ketika hadir di pengajian, namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.

Pembaca yang budiman, jika memperhatikan realita arus kehidupan dunia yang penuh dengan godaan, terkadang saudariku merasa malu menggunakan pakaian muslimah, dengan beberapa alasan:

1.      Malu, terkadang ada muslimah yang sudah paham tentang arti dan kewajiban memakai jilbab syar’i tetapi masih dihantui perasaan malu terhadap teman, keluarga dan lingkungan. Pesan untuk saudari-saudariku yang cantik harapan umat” jangan malu dalam menjalankan Syariat Islam sebab itulah jalan yang lurus tapi malulah jika tidak taat kepada syariat Allah”

2.      Takut dicap teroris, seiring perputaran kehidupan yang canggih anak manusia maju memasuki era globalisasi maka kebanyakan perbuat-perbuat teror yang dilakukan oleh oknum dan salah dalam mengartikan jihad sehingga pada akhirnya setiap ada teror terbukti atau tidak biasanya dituduhkan kepada muslin/muslimat, sehingga terkadang ada ibu rumah tangga yang melarang anaknya untuk memakai jilbab syar’i. “Pesan, tidak usah takut dicap teroris sebab Allah bersama kita’’ kalaupun polri atau Amerika sekalipun menuduh kita yang tidak-tidak lalu kemudian diadili maka engkau mati syahid sebab mempertahankan keimanan dan difitnah.

Setelah membahas beberapa dalil di atas telah jelas bahwa dalam berpakaian saat ini ada beberapa kriteria atau syarat. Syarat-syarat pakaian penutup aurat wanita pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.

1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

2. Tidak tipis dan transparan. (Sesuai hadits di atas)

3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).

4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.

Teruntuk saudari-saudariku yang cantik, yang peduli pada diri sendiri atas kehidupan akhirat pakailah pakaian yang sesuai syariat Allah, insya Allah engkau bahagia dunia dan akhirat sebab hati ini akan tenteram jika melaksanakan syariat Islam. Jika memakai pakaian yang tidak sesuai syariat saya yakin bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita berkata sebenarnya aku suka berpakaian syariat tapi pikiran dan hawa nafsu ingin berpakaian yang tidak sesuai syariat Allah.

Pakaian muslimah sekarang kebanyakan membungkus bukan menutup, perbedaan membungkus dan menutup, contoh menutup itu berpakaian tapi lekuk-lekuk masih sangat terlihat, transparan, akibat pakaian kekecilan dan ketat dikategorikan membungkus. Sedangkan menutup, berpakaian dengan baik rapi tanpa tidak menampakkan model-model lekuk-lekuk tubuh alias tidak ketat.

Teringat salah satu artikel ww.arrahmah.com berikut bunyinya:

Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab

Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?

Kami jawab, ”Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan”

Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?

Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!

Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?

Kami jawab, ”Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab.”

Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:

“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan shalih.

Subhanallah…

Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungguhnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun. Demikianlah artikel yang sempat saya kutip.

Jadi, terus terang saja mata ini sudah sering kali dibelokkan oleh syetan, sebab di manapun saya berada baik di luar Negeri ataupun dalam Negeri begitu banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini. Lelaki hidung belang seenaknya menyajikan pesona yang tak pantas.

Saudariku yang muslimah, yakinlah bahwa syariat mengatur kehidupan kita, itu semua teruntuk kebaikan dan kemashlahatan dunia dan akhirat, tidak akan ngaruh kekokohan Allah sebagai Tuhan, jika saudariku berhijab syar’i atau tidak, hasilnya akan kembali kepada diri pribadi kita masing-masing. Mohon maaf dengan sebesar-besarnya jika bahasa-bahasa yang digunakan terlalu over sebab ini semua agar mudah dipahami tak ada niat kecuali saling mengingatkan, wallahu a’lamu bishowab